SEMACAM FRAGMEN BUAT MUHAMMAD DAFFA

sebagai seseorang yang menulis, terutama puisi. saya terus belajar & berkembang. saya juga banyak belajar dari penulis-penulis lain. seperti yang dikatakan Daffa di status WA-nya, ia memaparkan ada beberapa tipe penulis, yang menurutnya: punya kejanggalan yang cukup menarik untuk ditilik lebih dalam. fragmen atau potongan catatan ini saya tulis semata-mata tuk melihat perspektif lain dari apa yang ditulis Daffa di status WA-nya itu.

pertama, Daffa memaparkan bahwa ada tipe penulis yang ingin "mejeng" tiap minggu di media & menang lomba sana sini. kesimpulan Daffa atas penulis yang satu ini adalah sang penulis ingin banjir pujian, ingin dipuja-puji oleh pembaca & penulis lain. saya selalu berusaha tuk menyembunyikan argumen yang sifatnya sangat personal—contohnya apa yang dipaparkan Daffa ini. menurut saya, "pamer sana sini" yang dilakukan oleh tipe penulis pertama ini adalah rasa bangga yang wajar karena karyanya terbit di media & memenangkan sebuah lomba. saya lebih tertarik untuk mendiskusikan karya-karya yang terbit di media & menang lomba itu. bagi saya, mejeng & pujian adalah sunnah yang artinya tak wajib. kewajiban seorang penulis, ketika karyanya terbit adalah mendiskusikannya ulang dengan teman sejawat & melihat respon pembaca yang budiman nan kritis itu.

kedua, untuk yang kedua, Daffa memaparkan bahwa ada pula penulis yang ingin dicatat oleh sastra indonesia modern dengan cara membuat sensasi & keriuhan yang tak perlu di dunia maya. kalau keriuhan & sensasi yang menurut Daffa sebuah argumentasi, saya selalu berusaha untuk menerima argumentasi orang lain. memang kontra selalu ada dalam perdebatan sastra indonesia hari ini & itu sah-sah saja saya kira. sebab di setiap dialektika memang ada: pro & kontra. menurut saya, ada baiknya sesuatu yang akan dicatat oleh sastra indonesia modern itu adalah pendapat-pendapat & gagasan-gagasan yang membangun sastra indonesia itu sendiri. bisa saja perdebatan yang "ternyata" membangun itu yang akan dicatat oleh sastra indonesia itu.

ketiga, juga ada penulis yang hidup segan mati tak mau & malu-malu kucing—meminjam istilah dari Daffa. kata Daffa, penulis macam ini ialah penulis yang tak percaya bahwa karyanya punya kualitas & pada akhirnya tipe penulis yang sedang kita bicarakan ini akan hilang ditelan bumi. menurut saya, memang "penyakit" dalam menulis salah satunya adalah konsistensi. konsistensi akan menumbuh-kembangkan apa yang disebut kualitas karya sastra itu sendiri. sebab peningkatan yang akan dirasakan oleh penulis tersebut adalah kualitas yang membaik. artinya apa? konsistensi itu sangat penting. ketimbang "tak percaya diri" dengan karya sendiri. memang tulisan-tulisan awal adalah karya-karya yang buruk & ini adalah sebuah kewajaran. namun kita mesti tahu bahwa awal adalah cerminan tuk menuju masa depan. inilah yang mesti dipegang oleh penulis. termasuk saya sendiri yang sedang belajar & menemukan.

keempat, penulis yang sembunyi, kalau istilah saya adalah penulis yang di dalam gua. yang kata Daffa: tidak agresif & berkarya di ruang privasi. biasanya penulis macam ini: tak terlalu ingin muncul ke permukaan sastra & hanya sebatas mengamati perkembangan dunia sastra. saya jadi teringat Umbu Landu yang legenda itu. yang menurut saya, penulis yang sedang dibicarakan Daffa di sini adalah penulis yang ingin khusyuk bersama sastra; yang ingin mencapai kedalaman dalam teks-teks sastranya; yang ingin memasuki sastra sebagai sebuah perenungan panjang. saya juga percaya bahwa penulis-penulis macam ini sangat jarang ditemukan di sastra indonesia hari ini. saya juga percaya bahwa penulis yang sedang kita bicarakan ini harus dicatat oleh sastra indonesia. sebab penulis macam ini agaknya jarang ditemukan di sastra indonesia modern; sastra hari ini.

kesimpulan saya atas perspektif lain yang merespon tulisan Muhammad Daffa ini adalah berkarya dengan tulus adalah kunci, pujian adalah bonus. baiklah kiranya kita menjadi penulis-penulis yang menimbang-menakar kualitas tulisan & bukan mengejar pamor atau eksistensi di sastra indonesia. sebagai contoh, Chairil Anwar tak banyak menulis karya sastra, terutama puisi. namun dia tetap dikenang sebagai salah satu penyair yang berhasil di sastra indonesia; yang puisi-puisinya punya kualitas. bahkan di salah satunya suratnya ke Jassin, Chairil bilang bahwa puisi-puisinya itu masih dalam tahap percobaan. saya pun jadi membayangkan bahwa puisi-puisi Chairil yang "punya kualitas" saja masih dalam tahap percobaan. bagaimana lagi "kualitas" yang akan dihasilkan oleh binatang jalang itu bila ia sudah sampai dalam tahap "pematangan" bagi puisi-puisinya?

di selatan, 2020

Comments

Popular posts from this blog

6 Oktober 2020

9 Oktober 2020

AKU MERASA AKAN DISALIBKAN